Rabu, 17 Juni 2015

Tradisi Ritual Pulang Mudik Lebaran

"Ayooo... persiapkan untuk pulang mudik .. mudik.. mudik.. mulai dari sekarang...!!! Pulang mudik kalau dilihat dari sudut pandang ekonomis, budaya mudik itu bisa diterjemahkan sebagai pemulangan uang yang menumpuk di kota agar terdistribusi ke daerah. Inilah kesempatan orang desa untuk mencicipi dan menikmati uang dari kota. 

Dikampung halaman, para pemudik membagikan angpao dan membelanjakan uangnya untuk sekadar buah tangan. Jika dicermati lebih dalam, prosesi mudik lebaran itu ada plus-minusnya. 

Dari perspektif sosiologis, akan terpupuk kembali hubungan emosional si pemudik setelah sekian lama berpisah dengan orang tua, sanak saudara, dan tetangga di kampung halaman melalui silaturahmi.

Namun perlu dicatat, jika tidak mampu mengendalikan diri, mudik yang sifatnya konsumtif juga berpotensi menghadirkan sisi gelap. Antara lain, menjadi ajang pamer kekayaan, penampilan, perhiasaan, kendaraan, dan properti-properti kemewahan lainnya.

Mudik, sebagaimana diilustrasikan di atas, hanyalah “mudik biologis” karena ritual tahunan itu berorientasi pada pemenuhan insting dan naluri kemanusiaan semata, seperti mengobati rasa kangen dan rindu pada sanak keluarga dikampung halamannya. Padahal esensi Idul Fitri yang sesungguhnya adalah untuk menjadikannya sebagai momentum “mudik spiritual”, yakni kembali ke kampung halaman rohani yang fitri dan suci.

Ini tentunya sejalan dengan makna Idul Fitri yang hakiki. ‘Id berasal dari bahasa Arab dari akar kata ‘aada, yang berarti kembali. Sedangkan fitri bermakna “fitrah atau asal kejadian yang masih suci dan murni”. Karenanya Idul Fitri itu artinya “kembali (mudik) ke asal kejadian (ruhaniah yang masih fitri dan suci)”.

Pasalnya, manusia itu memang terlahir dengan fitrah yang suci. Inilah makna mudik yang sejati, yakni mudik spiritual bukan mudik biologis. Ramadhan telah menempa kita selama sebulan penuh, untuk kembali menjiwai nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang selama ini terkaburkan oleh kepentingan dan nafsu duniawi. Idealnya, pasca berakhirnya bulan Ramadhan, umat Islam telah kembali ke fitrahnya, seperti saat terlahir ke dunia.

Dengan berlalunya Ramadhan, prestasi ibadah dan amal saleh yang telah diukir di bulan suci tersebut setidaknya dipertahankan, lebih baik lagi jika ditingkatkan. Jangan sampai dengan berlalunya Ramadhan, berakhir pula ibadah dan amal saleh yang dikerjakan. Mereka yang hanya giat beribadah dan beramal saleh di bulan Ramadan, seolah-olah beranggapan bahwa Allah SWT hanya ada dan hidup di bulan Ramadan saja.

Padahal Allah SWT itu ada, hidup, dan kekal abadi selama-lamanya, karena Dia itu Hayyun Baqq (Dzat yang Maha Hidup lagi Kekal). Mereka yang hanya rajin beribadah dan giat beramal saleh di bulan Ramadhan, pada hakikatnya tidak menyembah Allah SWT, namun menghamba pada Ramadhan. Mereka itulah yang disindir para ulama dengan sebutan ‘Ubbad Ramadan, para penghamba Ramadhan.

Malah Dr Yusuf al-Qardhawmempunyai istilah tersendiri, yakni Ramadhaniyyun yang berarti para "pengkhianat" Ramadhan. Mereka dikatakan sebagai pengkhianat, karena mengingkari komitmen spiritual untuk menjadi lebih baik pasca berakhirnya Ramadhan. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Hakikat Idul Fitri bukanlah mudik biologis untuk sekedar berkangen-kangenan, melepas rindu, atau malah menghambur-hamburkan uang.

Terlebih lagi, untuk pamer baju baru, unjuk kekayaan, atau plesir ke tempat-tempat hiburan. Akan tetapi esensi mudik yang sejati adalah mudik spiritual dengan kembali kepada asal kejadian yang fitri dan suci. Dalam konteks ini patut kita renungkan sebuah syair Arab yang teramat menyentuh: "Bukanlah disebut berhari raya, orang yang hanya memakai baju baru, akan tetapi hari raya sesungguhnya adalah orang yang ketaatannya bertambah".

"Jadi....?" Pulang kampung bukanlah dominasi bagi mereka yang merantau keluar negri atau yang merantau dari desa ke kota lagi. Mudik pulang kampung adalah sebuah keniscayaan bagi setiap insan.

Siapapun anda dan dimanapuan berada. Mari semua mudik kekampung halaman , asal muasal kita yang hakiki, kembali kehadirat arrahman. Maka sebelum mudik siapkan bekal dengan sungguh-sungguh dibulan suci ini, agar supaya banyak oleh-oleh yang akan kita bawa kekampung kita yang hakiki nan abadi yaitu kampung akhirat.

Kembali ke kesucian ruhani kita yang suci seperti dulu. Dan persiapkan kendaraan yang cepat dan aman, dengan kendaraan, cara dan jalur apapun anda mudik yang penting safetynya terjamin dan jurusannya kekampung kita hadirat arrahman...."Selamat pulang kampung, selamat mudik ke kampung kesejatian jiwa. Kesucian ruhani kita yang agung.

***

Tradisi Ritual Pulang Mudik Lebaran Rating: 4.5 Diposkan Oleh: www.dadungsulaeman.blogspot.com

 

Top